Jumat, 13 April 2012

MTS SA BANGILAN INDONESIA

English Camp 
MTS SA Bangilan
english camp siswa-siswi mts sa Daruth thalibin
Unggul dalam prestasi, Terdepan dalam teknologi, Siap mengawal globalisasi menuju civil society yang madani, tutur Wakil kepala bidang Kesiswaan MTS SA Daruth Thalibin Bangilan, Bapak Arif Hidayatullah S.Hi di sela-sela kesibukannya mendampingi masyarakat dalam program PKH dikantor pos bangilan yang di temui infodatha untuk wawancara terkait kegiatan english camp MTS SA Bangilan.
1.Infodatha: Apakah maksudnya kegiatan English Camp yang ada di sekolah MTS Sa Bangilan ?

WaKa Kesiswaan MTS SA Bangilan 

bapak Arif Hidayatullah S.Hi


1.Bapak arif : "Kegiatan english camp ini adalah kegiatan rutin, kita buat semacam pelatihan 1bulan dalam setahun yang mewajibkan kepada siswa-siswi Mts Sa Bangilan, kita karantina khusus dalam satu bulan untuk mempelajari bahasa inggris dengan metode cepat  yang langsung kita datangkan tutor-tutor ahli dari pare (kediri) yang muda-muda dan energik dengan pengalaman-pengalaman baru tentunya dalam menyampaikan materi agar anak didik merasa senang, selain dari guru bahasa inggris MTs SA Bangilan sendiri.
Dalam rangka membekali anak didik Mts Sa lancar berbahasa inggris,sesuai dengan mimpi kita siap mengawal globalisasi seperti yang sudah saya sampaikan visi MTS SA Bangilan di awal tadi.sudah seyogyanya siswa-siswi sudah tidak asing terhadap bahasa internasional (global).
2.Infodatha : Bagaimanakah dengan bahasa lainnya seperti bahasa arab atau bahasa yang lainnya,apakah juga menggunakan metode yang sama ?
2.Bpk Arif : Tidak, seperti Bahasa arab contohnya memang ada juga di kurikulum sekolahan tapi untuk tambahan jamnyanya lebih banyak siswa-siswi mendapat di madrasah diniyah Miftahus salam Lembaga Satu atap dengan MTS SA yang dipimpin oleh Bapak Mujiburrahman,mungkin nanti bisa di tanyakan langsung jelasnya. Sedangkan untuk bahasa yang lainya seperti bahasa daerah (jawa) kita masukkan dalam muatan lokal walau mungkin kebanyakan di beberapa lembaga mungkin sudah tidak ada bahasa jawa,kita masih mempertahankan pelajaran itu agar anak didik kita tidak lupa terhadap budaya (identitas) kita sendiri,dan mewajibkan bagi anak didik masih bisa krama inggil lah Dalam kehidupan sehari-hari dengan masyarakat.
3.Infodatha : kembali ke english camp pak arif, adakah dampak signifikan dari english camp ini bagi siswa atau bagi MTS Sa sendiri
3.Bapak Arif : yang pertama bagi siswa sendiri semoga dengan metode belajar yang menyenangkan ini harapan kami semoga anak didik menjadi bisa berbicara,menulis bahas inggris dengan benar dan yang kedua bagi lembaga sendiri adalah menjaga kualitas mungkin juga bangga, kalau berbicara prestasi tahun kemarin MTS SA Bangilan juga mendapat Juara 1 Pidato bahasa inggris tingkat MTS SA Se-Pantura (Bojonegoro,lamongan,Gresik) 
Juara II Pidato Bahasa Inggris  tingkat nasional MTS se-Indonesia yang diselenggarakan di Solo,tepatnya tanggal berapa ya saya lupa nanti bisa konfirmasi sendiri di kantor MTS SA Bangilan.
4.Infodatha : Terimakasih banyak pak Arif atas kesempatan waktu yang di luangkan!
5.Bapak Arif : Sama-sama

 (*do)



 

Rabu, 11 April 2012

Menjadikan Pondok Pesantren Lebih Baik

MEMPERTAHANKAN NILAI LAMA YANG BAIK DAN MEMPERBARUI NILAI BARU YANG LEBIH BAIK

mengejar matahari

Pondok Pesantren sebagai bagian dari sistem pendidikan Nasional, keberadaannya sebelum republik ini bediri sangat diperhitungkan oleh bangsa-bangsa yang pernah menjajah Indonesia. Pada masa kolonialisme lahirlah dari Pondok Pesantren tokoh-tokoh nasional yang  tangguh, mereka menjadi pelopor pergerakan kemerdekaan Indonesia, seperti KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Zaenal Mustopa dll. Maka dapat diakatakan bahwa masa itu Pondok Pesantren memberikan kontribusi yang besar bagi terbentuknya republik ini.  Bila dianalisis lebih jauh kenapa dari lembaga pendidikan yang sangat sederhana muncul tokoh-tokoh nasional yang mampu menggerakan rakyat untuk melawan penjajah, jawabannya karena figur  Kiai sebagai Pimpinan pondok pesantren sangat dihormati dan disegani, baik oleh komunitas pesantren (santri) maupun masyarakat sekitar Pondok, mereka meyakini bahwa apa yang diucapkan kiai adalah wahyu Tuhan yang mengandung nilai-nilai kebenaran hakiki ( Ilahiyyah).
Pada masa pasca kemerdekaan, Pondok Pesantren perkembangannya mengalami pasang surut dalam mengemban misinya sebagai pencetak generasi Islam yang mumpuni dalam bidang Agama (tafaqquh fiddien). Pada masa Bangsa ini mengalami periode transisi antara tahun 1950 – 1965 Pondok Pesantren mengalami fase stagnasi, dimana Kiai yang disimbolkan sebagai figur yang ditokohkan oleh seluruh elemen masyarakat Islam, terjebak pada percaturan politik praktis, yang ditandai dengan bermunculannya partai politik peserta PEMILU pertama tahun 1955, contohnya dengan lahirnya Partai Politik NU yang mewaliki warga Nahdiyyin, dimana Partai Politik NU bisa dibilang merefresentasikan dunia Pondok Pesantren karena sebagian besar pengurus dari parpol tersebut adalah Kiai yang mempunyai Pondok Pesantren.
Ada yang menarik untuk disimak dalam PEMILU Ke 1 ini, partai Politik yang berkompetesi pada saat itu, khususnya Parpol yang memakai syimbol Agama terjadi dua parpol besar yang kedua-duanya mempunyai pendukung panatik, pertama Partai Politik NU yang mewakili masyarakat pedesaan dan tradisionalis dan yang keduanya Partai Masyumi yang merefresentasikan masyarakat perkotaan dan modern. Kedua-duanya bertarung dengan partai nasionalis dan komunis. Dan patut disayangkan partai partai Islam kalah dalam pesta demokrasi tersebut karena suara kaum muslimin terpecah-pecah sehingga yang diuntungkan adalah partai nasionalis yang dipelopori oleh Soekarno (presiden pertama RI).
Dinamika  pendidikan Pondok Pesantren pada periodesasi kepemimpinan Orde Baru (Soeharto),  seakan tenggelam tak terdengar lagi eksistensinya karena seiring dengan kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada kepentingan ummat Islam, rezim  lebih pro pada segelintir orang yang punya duit (konglomerat) untuk diberikan  akses lebih luas dalam bidang dunia usaha. Bahkan kalangan Islam dicurigai sebagai masyarakat yang bisa meruntuhkan  pemerintahan, sehingga dibuatlah lembaga-lembaga seperti Pangkokamtib dibawah Letjen. Soedomo yang tujuannya memata-matai aktivis-aktivis Islam termasuk dari kalangan dunia Pondok Pesantren, seperti istilah Komando Jihad (KOMJI) tujuannya memancing kelompok Islam garis keras untuk bermunculan dan akhirnya mereka ditangkap dan dibui tanpa proses peradilan yang jelas. Potret masyarakat  pada waktu itu benar-benar termarjinalisasikan pada percaturan politik nasional.
Seserca harapan timbul untuk nasib umat Islam dalam kancah pergaulan nasional setelah terjadinya era reformasi, Presiden Soeharto digulingkan dari tambuk kekuasaan oleh seluruh elemen masyarakat yang dimotori Mahasiswa dan kaum akademisi. Dunia pesantren mulai berbenah diri lagi dan mendapatkan tempat lagi dikalangan pergaulan nasional. Salah satunya adalah pendidikan Pondok Pesantren diakui oleh pemerintah menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional yang termaktub dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dimana dunia pesantren tidak dipandang lagi sebagai lembaga pendidikan tradisional yang illegal, namun pesantren diakui oleh pemerintah dan ada kesetaraan dalam hak dan kewajibannya dengan lembaga pendidikan formal. Bahkan di Departemen Agama ada Direktorat yang menangani langsung lembaga Pondok Pesantren yaitu Direktorat Diniyah dan Pondok Pesantren.
Peluang tersebut semestinya harus dimanfaatkan secara maksimal oleh seluruh Pondok Pesantren, untuk meningkatkan kembali peranannya dalam sistem pendidikan nasional. Namun yang terjadi peluang tersebut belum memberikan respon pesitif kearah peningkatan kualitas pendidkannya, hal ini dapat dirasakan seberapa besar masyarakat yang ingin menitipkan anaknya untuk dididik dilembaga pendidikan pondok pesantren tentunya kalau dibandingkan dengan mereka yang sekolah disekolah-sekolah umum masih ada ketimpangan yang cukup besar, mungkin hanya 10 % nya saja anak-anak Indonesia yang mengenyam pendidikan di pondok pesantren dan selebihnya mereka mengenyam pendidikan disekolah-sekolah umum.
Kalau kita berfikir lebih jernih dan profesional, apa yang melatar belakangi sehingga terjadi ketimpangan yang mencolok antara lembaga pendidikan pondok pesantren dengan lembaga umum, baik dari segi  kualitas maupun kuantitasnya. Maka tentunya pesantren harus merevitalisasi kembali sistem pendidikannya sehingga lambat laun kepercayaan masyarakat bisa tumbuh kembali.
Revitalisasi Pendidikan Pondok Pesantren
Perjalanan Pondok Pesantren mengalami perkembangan yang diwarnai dinamika kesinambungan dan perubahan. Pada masa sebelum kemerdekaaan, boleh dibilang pesantren mengalami periode keemasan, hal itu  ditandai dengan lahirnya tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, namun  dimulai sejak rezim Soeharto sampai sekarang, eksistensi Pesantren dalam kancah pergaulan nasional mengalami periode stagnasi dan minim produktifitas yang unggul. Padahal kalau dibandingkan eksistensi pondok pesantren dulu dengan era sekarang dilihat dari perannya  sangat dibutuhkan sekarang, mengingat era globalisasi mengancam tatanan norma dan etika dimasyarakat, budaya ketimuran yang dulu menjadi simbol kepribadian bangsa Indonesia , kini mulai terkikis akibat dari derasnya budaya barat masuk pada setiap sendi kehiupan masyarakat. Norma dan etika hanyalah simbol tidak dimanifestasikan dalam kehidupan nyata, hedonisme, individualistik, materialistik kini yang menjadi trend ditengah-tengah masyarakat.
Mengangkat kembali peranan pendidikan pesantren ditengah-tengah masyarakat modern, maka dunia pesantren harus merevitalisasi kembali pola pendidikannya  tanpa merubah karakteristik dari corak pendidikannya itu sendiri. Dalam hal ini perlu membuat langkah-langkah strategis sebagai berikut:
Pertama, penguatan nilai-nilai spiritulitas, kecenderungan spriritulistik dunia pesantren  yang tinggi dapat dikembangkan menjadi dinamis, spiritual ini menampilkan lembaga pendidikan Islam yang berkemajuan, yaitu kemajuan yang berorientasi pada penguatan nilai-nilai agama dan ahlak dan penyeimbang antara kesalehan individu dan kesalehan sosial, karakter untuk menampilkan ciri khas semacam itu akan memacu bahwa pesantren sebagai pendidikan kader  pilihan (khaeru Ummah).
Kedua, merevitalisasi kembali peran dan fungsi  Kiai. Perbedaan dunia pesantren dengan pendidikan formal lainnya adalah figur pengelolanya, disekolah dipimpin oleh Kepala Sekolah yang harus menjalankan kepemimpinannya atas dasar keputusan musyawarah dan atas dasar kepemimpinan kolektif koligea, namun dipesantren seluruh keputusan dan kepemimpinan hanya dijalankan oleh seorang Kiai, gaya feodalis dalam hal ini berlaku di pesantren, program kebijakan semuanya diputuskan oleh Kiai dan seluruh unsur dilingkungan pondok wajib mengikutinya, apakan program itu dibarengi visi dan misi yang jelas atau sebaliknya. Penulis dalam hal ini akan memandang maslahat dan mafsadat nya gaya kepemimpinan semacam itu, maslahatnya adalah:
1. Kewibawaan pimpinan tidak akan luntur
2. Program tidak perlu lama-lama harus di sosialisasikan, namun praktis dalam waktu singkat bisa dijalankan, karena ada doktrin yang dibangun dan sangat diyakini oleh wagra pesantren, menyalahi perintah Kiai takut kualat alias akan tertimpa hal-hal yang tidak diinginkan
3. Lingkungan pendidikan akan selalu kondusif
4. Sub-sub yang membantu pendidikan pesantren akan terarah disatu komando kiai
Adapun mafsadatnya dari gaya kepemimpinan Kiai semacam itu adalah:
1. Demokratisasi di pesantren akan mengalami kemandegan
2. Suksesi kepemimpinan akan memakan waktu yang lama
3. Pesantren akan ekslusif tidak inklusif
4. Para staf yang membantu kiai tidak punya program strategis untuk kemajuan pondok
Ketiga,  dinamisasi antara perkembangan ilmu pengetahuan agama dan umum.  Di sebagian pondok pesantren (tradisional) masih ada dikotomi antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum. justru ini akan memperlemah peran dunia pesantren dalam percaturan global dan kalah bersaing dengan sekolah-sekolah formal. Hal ini diakibatkan bahwa pendidikan pondok pesantren lebih menitik beratkan pada pengetahuan agama dan mengesampingkan pendidikan umum, sebagian pesantren menganggap bahwa pendidikan umum sebagai bagian dari produk orang kafir. Apabila stigmatisasi ini masih berlaku dipesantren maka akan kontradikitif dengan apa yang terjadi dimasyarakat, mereka lebih berorientasi pada pengetahuan umum untuk mendapatkan jatah lapangan kerja dikemudian hari dari pada mendalami pendidikan agama yang katanya tidak punya masa depan yang jelas alias suram.
Keempat, peningkatan pelayanan pesantren pada masyarakat. Sinergitas pesantren sebagai lembaga yang eksis mendalami ilmu Agama (tafaqquh fiddien) dengan masyarakat sebagai objek yang memerlukan bimbingan dalam masalah keagamaan, harus benar-benar terjalin dengan baik. Pondok pesantren jangan menutup diri dari perkembangan dunia luar (ekslusif) tapi seharusnya membuka diri pada problematika keummatan (insklusif). Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an: apakah tidak ada seseorang dari golongan kalian yang disiapkan untuk mendalami ilmu agama, sehingga ia menjadi pengingat (nazir) bagi kaumnya bilamana mereka pulang dari peperangan. Ayat tersebut sangat jelas memberikan gambaran bahwa pesantren harus bersinergi dengan masyarakat untuk mengayomi masalah-masalah keummatan.
Penutup
Demikianlah sekelumit bagaimana merevitalisasi dunia pesantren agar tetap eksis sebagai lembaga pendidikan sekaligus sebagai lembaga penyiapan kader ummat dan kader bangsa, dapat dibayangkan negara ini akan diambang kehancuran etika dan moral bila mana pesantren sudah tidak dilirik lagi oleh masyarakat.
Wallohua’lamubissowab.

Minggu, 08 April 2012

TPQ AS SYAKUR


santriwan-santriwati belajar baca alqur'an
BERMAIN SAMBIL BELAJAR
Infrastruktur yang sederhana tidak mengecilkan semangat ustad-ustadzah TPQ-AS SYAKUR dalam mendidik anak-anak dalam belajar membaca alqur'an , itulah yang tergambar dari Taman Pendidikan AlQur'an As Syakur dibawah naungan yayasan daruth thalibin.

Anak-anak hidup dalam dunia bermain, meskipun begitu tidak menghambat kita untuk mengajak belajar tentunya dengan hal-hal yang menyenangkan, tutur Maslahatus Shoimah SE kepala Taman Pendidikan alQur'an As Syakur., demi tujuan Anak usia dini mampu membaca alqur'an dengan baik dan benar, seperti halnya yang dilakukan TPQ As Syakur selain belajar baca alqur'an ,juga terbentuk futsal club DATHA yang di kapteni oleh adik Kusnadi, setiap 1bulan dalam setahun juga mengadakan program lancar bahasa Inggris yang di bimbing langsung oleh tutor dari lembaga Bahasa Kediri (pare) selain itu 1 minggu sekali belajar bahasa daerah yaitu bahasa jawa agar tidak lupa dalam menjaga budaya sebagai orang jawa
 disela-sela kesibukan anak-anak bermain.
pemanasan sebelum speaking english
Mohon doa restu kepada semua pihak semoga kegiatan-kegiatan sederhana ini bisa bermanfaat dan menjadikan generasi islami yang tangguh dan mampu menjadi generasi penerus bangsa.
salah satu santri harus rela jatuh bangun demi merebut bola



Jumat, 06 April 2012

RATUSAN PELAJAR BANGILAN GELAR ISTIGHOSAH

Info.yadatha


Bangilan - Selain belajar, menghadapi ujian nasional dengan lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta bisa menjadi salah satu faktor penting, yang diharapkan bisa lebih berkonsentrasi.

Seperti yang dilakukan Ratusan siswa siswi dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama/Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama dan Yayasan Daruth Thalibin yang menggelar istighosah di gedung serba guna Bangilan sekaligus Sosialisasi UN "JUJUR"
Yang mengikuti istighosah jelang unas sekaligus Sosialisasi UN "JUJUR" berasal dari seluruh SMP/MTS dan SMA/SMK/MA yang ada di Kecamatan Bangilan, Tuban yang totalnya sekitar 450 siswa," kata Ketua IPNU Kecamatan Bangilan A.Sodikin di sela-sela istighosah, Jum'at (5/4/2012).

Selain melakukan istighosah, para siswa juga mendengarkan ceramah agama yang disampaikan KH Sungkono Ketua MWC NU Bangilan, Tuban.
K.Harun Al Rasid salah satu Kepala Sekolah MTS SA Bangilan Yang ikut dalam istigosah tersebut juga berharap dengan diadakan acara ini, anak didiknya mendapatkan manfaat dan diberi kelancaran dalam mengerjakan soal ujian nasional.

"Harapan utama adalah meminta kemudahan kepada Allah agar dalam mengerjakan soal unas anak-anak diberi kemudahan dan lulus," harapnya.

Saking banyaknya para siswa, membuat areal parkir gedung sebaguna di kawasan Kecamatan Bangilan ini dipadati Ratusan sepeda motor yang dibawa para siswa. Hal ini sempat membuat kewalahan panitia dan petugas parkir dalam melakukan pengaturan.

Dari pengamatan InfoYaDatha, selama istighosah yang diawali dengan pembacaan sholawat bersama-sama para siswa yang dipimpin Habib Mustofa dari bangilan terlihat khusyuk mengikuti kegiatan. Meski ada juga siswa yang bercanda saat mengikuti kegiatan dan ditutup Doa Oleh K.Masruh dan KH.Mustakim.(do)

Kamis, 05 April 2012

Mbah Samboe

Sekilas Mbah Samboe


Sampai saat ini belum diketemukan siapa istri mbah Sabil. Dari data tulisan tangan/prasasti mbah Kyai Ahmad Rowobayan, diketahui bahwa mbah Sabil mempunyai keturunan, 2 laki-laki dan 2 perempuan, diantaranya :
1) Kyai Saban
2) Nyai Samboe Lasem.
3) Moyo Kerti (Nyai Abdul Jabbar)
4) Kyai Abdurrokhim.
Dari anak pertama Kyai Saban, mbah Sabil menurunkan 4 cucu yaitu: Kyai Abdurrohman Klothok, Kyai Uju, Nyai Gedong, dan Kyai Wahid. Dari Kyai Uju inilah yang menurunkan mbah Kyai Ahmad Rowobayan, Kuncen, Padangan. Belakangan para cucu beliau menjadi tokoh penyebaran agama Islam di Desa Kuncen.
Sedangkan anak ke-dua yaitu Nyai Samboe Lasem. Tidak diketaui nama aslinya, yang jelas di panggil Samboe karena suaminya adalah: Kyai Samboe Lasem, Rembang atau yang disebut: Muhammad Syihabuddin dan lebih dikenal sebagai: Pangeran Syihabuddin Samboe Digda Diningrat. Makam mbah Sambu dan istrinya berada di sebelah utara makam Adipati Tejokusumo I. Makam mbah Sambu dan istrinya berada dalam cungkup yang berdenah bulat dan beratap kubah yang seluruhnya terbuat dari bata merah berlepa.
Di makam Mbah Sambu Lasem, Rembang, Jawa tengah, terdapat prasasti marmer ukuran kecil dalam bahasa arab yang menyebutkan bahwa nama Mbah Sambu yang sebenarnya adalah Sayyid Abdurrahman bin Hasyim bin Sayyid Abdurrahman Basyaiban. Menantu mbah Sabil ini keturunan Sultan Hadiwijaya yang biasa dikenal dengan sebutan populernya “JAKA TINGKIR”. Seorang pemuda dari Tingkir, suatu desa yang terletak di tenggara Salatiga pada tahun 1568 M, putra dari Adipati Pengging Pangeran Handayaningrat/R. Kusen, sedangkan R. Kusen sendiri putra dari Harya Damar Adipati Palembang. Adipati Palembang ini putra Prabu Brawijaya Majapahit. Jaka Tingkir menjadi raja Pajang yang pertama dan terakhir dengan gelar Sultan Hadi Wijaya dan sukses meng-Islamkan daerah Pasuruan dan sekitarnya.
Karena kealimannya, beliau dinikahkan dengan putri Pangeran Trenggana, raja ke III di kerajaan Islam Demak. Maka lahirlah Pangeran Benawa yang selama hidupnya menjadi guru thoriqot dan menyepi di daerah Kudus, pernah sebentar menjadi Adipati Jipang-Panolan Cepu.
KH. Akhmad Shidiq merupakan salah satu dari keturunan Kyai Samboe Lasem, atau cucu langsung dari mbah Sabil, yang memimpin Pondok Pesantren “AS-SYIDDIQIYAH” Jember. Beliau pernah menjadi anggota DPR-RI disamping lama di jajaran Rois-Am PBNU Kramat Raya Jakarta.
Dari anak ke-tiga Moyo Kerti, yang diperisteri mbah Abdul Jabbar yang makamnya ada di Nglirip nJojogan Tuban, mbah Sabil menurunkan mbah Iskak Rengel yang haulnya diadakan setiap Jum’at setelah tanggal 20 dibulan As-Syura/Muharam. Mbah Iskak Rengel menurunkan mbah Sholeh Tsani, pemangku Pondok Pesantren Qomaruddin Sampurnan, Bungah, Gresik. Ditengah pondok inilah setiap tahunnya diselenggarakan haul terbesar di Jawa Timur pada bulan Robiul Awal setelah tanggal 20 guna memperingati meninggalnya mbah Sholeh Tsani.
Putra ke-empat Mbah Sabil yaitu Kyai Abdurrakhim Kaliwuluh Sambeng, yang diambil menantu putra wayah R. Rakhmad/Sunan Ampel Gading Surabaya.

Gus Dur, Darimanakah?

Presiden Abdurrahman Wahid melakukan kunjungan resmi ke Pandeglang, Banten. Pada waktu itu sedang ramai tuntutan pembentukan Propinsi Banten tersendiri, lepas dari cakupan administratif Propinsi Jawa Barat. Dihadapan tokoh-tokoh Banten, termasuk utusan-utusan khusus suku Badui, Presiden membuat pernyataan tegas,

“Saya adalah orang yang paling mendukung pembentukan Propinsi Banten!”

Hadirin bersorak gembira dan bertepuk-tangan panjang sekali.

“Kenapa?” Presiden beretorika, “karena saya ini juga keturunan Banten! Silsilah keluarga saya dan Mbak Mega, Bung Karno, bertemu pada kakek buyutnya Syaikh Muhammad Nawawi Banten, yaitu Maulana Ishaq At Tabarqi…”

Lain waktu, pada perjamuan perayaan tahun baru Imlek, di hadapan tokoh-tokoh kalangan keturunan Tionghoa di Jakarta, Presiden pun lantang,

“Semua orang tahu, dari dulu saya ngotot melindungi dan membela hak-hak kaum keturunan Tionghoa di negeri ini!”

Lagi-lagi tepuk-tangan membahana menyambutnya.

“Kenapa?” lanjut Presiden setelah tepuk-tangan mereda, “karena saya sendiri juga keturunan Tionghoa!”

Hadirin tertawa, mengira beliau sedang bercanda seperti biasa.

“Serius!” Presiden memotong tawa mereka, “Leluhur saya berasal dari Tionghoa, dari she (marga) Tan. Namanya: Tan Kim Han!”

Di Sanaa (Shon’aa), ibukota Republik Yaman, ditengah jamuan kenegaraan menyambut kunjungan resmi Presiden Republik Indonesia, di hadapan Presiden Ali Abdallah Salih dan para tokoh dari qabilah-qabilah utama di Yaman, Presiden Abdurrahman Wahid menegaskan,

“Ana kaman Yamaani… min Basyaiban!”

(Saya ini juga orang Yaman… dari marga Basyaiban).

Sayang sekali kita tidak update ketika beliau berkunjung ke Venezuela. Entah apa yang beliau katakan dihadapan para kepala suku Indian pendukung Hugo Chavez disana…